Metamorfosis: “Matang Otak dan Matang Mental”

thumb

“Ya lo berdoa aja semoga dia gak kawin sebelum lo jadi wanita yang mateng otak dan mateng mental” ~~~ Adakah teman yang ingat pernah berdoa seperti ini untuk aku?? 😀 😛

——–

Ada seorang pria dewasa senyum-senyum di hadapan ku sambil geleng-geleng dan berucap “dindaa… dinda… dulu masih pakai seragam SMA, sekarang udah kayak gini”.

Pria itu seperti menyadari ada metamorfosis cukup besar yang sudah aku alami. Dia mengajak ku kembali mengingat hal-hal ‘dulu’ saat kami dan teman-teman lainnya masih sering menghabiskan waktu bersama. Aku mengamini ajakannya, menyebutkan beberapa hal yang aku ingat. Mulai dari yang absurd, tidak mengenakkan, lucu-lucuan, sampai yang akhirnya tidak ingin aku ungkapkan. Jika aku menyebutkan hal terakhir yang aku ingat, sudah pasti akan membekukan suasana di restoran siap saji malam itu.

“Tujuh tahun yah din gak pernah ketemu kita?” Pria itu menghitung angka tahun sekarang dikurang tahun di mana aku masih bergaya rambut ala dora, berkacamata, lengkap dengan seragam putih abu-abu dan kaus kaki menutupi betis.


2007…
Sepulang sekolah, di rumah seorang teman. aku menceritakan sesosok laki-laki yang membuat aku kagum setiap kali berbincang-bincang dengannya. Berkali-kali aku memuji laki-laki itu.

Berkali-kali juga teman ku mengingatkan “Din, lo itu masih sekolah. Dia aja udah mau tamat kuliah. Tua banget din”

Tepat, aku sendiri mengamini ucapannya. Aku masih kelas 2 SMA, serampangan, bicara gak beraturan, childish, minim pengetahuan, plus otak juga kayaknya masih selebar daon kelor. Sementara, laki-laki yang aku kagumi adalah seorang mahasiswa tingkat akhir, kalem, dewasa, mengerti segala hal, dan yang paling penting otaknya sudah lebih berkembang dibanding milik ku. “…..”

Kemirisan ini bukan soal usia kami yang terpaut jauh, tapi cara hidup dan obrolan kami yang pasti tidak akan nyambung kalau cuma ngobrol berdua. Ya tapi kenapa juga dipermasalahkan? aku hanya kagum, so?

“Ya lo berdoa aja semoga dia gak kawin sebelum lo jadi wanita yang mateng otak dan mateng mental”

Entah aku mengamini doa itu atau tidak (aku lupa) tapi yang pasti Tuhan mendengarnya.


September 2014
aku dan dia duduk berhadapan di sebuah restroran cepat saji. Dia banyak bertanya, dan aku banyak bercerita tentang apa yang aku lakukan selepas dari jabatan menjadi siswa, kuliah, bekerja, menjadi relawan, dan hal lain yang sebelumnya hanya aku dan Tuhan yang tahu. Bukan soal doa teman ku tadi, tapi soal obrolan ku dengan seorang nenek tua pemilik wartel di komplek rumah kami ‘dulu’.

Beberapa kali dia tersenyum-senyum sampai terbahak, sambil berkata “dulu tuh masih pake seragam”.

Sementara aku hanya bisa menahan malu sambil sesekali menutupi wajah dengan telapak tangan. Awkward momment -__-

Malam itu Tuhan mengajarkan ku arti sebuah metamorfosis melalui seorang laki-laki yang tujuh tahun lalu memperlakukan ku selayaknya anak kecil. Malam itu aku diperlakukan sebenar-benarnya wanita 24 tahun yang sudah matang otak dan matang mental 🙂

Terimakasih kepada Tuhan dan Waktu yang paling mengerti aku.

Leave a comment