Kami terus mengungkapkan rasa syukur, Kami tidak henti saling menyebutkan “kita bertiga”, “lo berdua”… adalah salah satu kaki meja tempat gue berkarya di dunia.
—
Satu minggu lalu menjadi salah satu bagian sejarah hidup saya. Keinginan saya dan dua orang partner “nyampah” akhirnya terwujud. Kami yang biasanya hanya menghabiskan waktu after-office di KFC Cikini. Minggu lalu kami memulai sejarah baru.
Saya, Obi, Iwan menapaki sebuah perjalanan pendek di dataran tinggi dieng. Bermodalkan ingatan tipis yang saya miliki, penuh keyakinan dan euforia puncak gunung, dan modal tekad yang pasti. Kami mendaki salah satu puncak gunung di dieng, Gunung Prau.
Rasanya senaaangg, bisa menikmati hobi saya itu bersama dua orang yang di penghujung tahun ini menjadi penting untuk hidup saya.
Ada momment yang tidak akan pernah saya lupakan. Momment di mana medan pendakian semakin sulit, licin, Iwan juga nyaris jatuh saat itu. Entah dapat ide dari mana, saya mengajak mereka berdua untuk mengucap syukur.
Dimulai dari saya “Gue bersyukur bisa ada di Dieng lagi tahun ini, terlebih sama lo berdua”.
Lalu Iwan “Gue bersyukur bisa ke sini bareng temen yang bangke-bangke kayak lo berdua ini”. (Bahasa kami memang jadi lebih serampangan kalau sudah ngumpul bertiga, tapi itu artinya mungkin sudah tidak ada batas di antara kami).
Selanjutnya ucapan syukur dari Obi yang cukup menyentuh nurani saya “Gue bersyukur, akhirnya bisa jujur sama nyokap pergi ke sini bareng lo berdua. Jadi nanti kalau nyokap nelfon di antara lo berdua, lo udah pada ngerti kan” Saya sedikit tercekat, karena obi nyaris bohong kepada Ibunya mengenai acara jalan-jalan kami ini.
Kami terus mengungkapkan rasa syukur, yang kalau saya tidak salah mengingat. Kami tidak henti saling menyebutkan “kita bertiga” “lo berdua”…
Tanpa disadari, momment itu menyadarkan (saya yang nyaris khilaf di Bu Djono) bahwa kami bertiga itu lebih penting dari hanya berdua ataupun sendiri. Bahwa kami telah saling berbagi sekian bulan, kami telah sampai di puncak gunung bersama dengan ketulusan pertemanan yang dijalin. Bahwa pertemanan (atau kata orang persahabatan) ini sudah layak untuk dijaga.
Obi, Iwan..
Gue nulis ini karena kangen sama kalian berdua yang tetiba (gue ngerasanya) menghilang satu minggu ini. Kadang gue mikirnya kesalahan gue di Bu Djono itu emang gak patut untuk dimaafkan. Gue juga paham lo berdua itu bukan robot yang bisa gitu aja di restart.
Gue tau, mungkin “nyuekin gue” adalah punishment tepat buat gue yang gak pinter ini.
Waktu itu kan lo berdua yang bilang “udah kepalang nyaman dengan pertemanan ini”. Samaaa, gue juga. Gue udah kepalang nyaman, “nyampah2” sama kalian, biarpun mindset kita agak bertolak belakang.
Udah dong nyuekin guenya…
Obiii,, gue gak apa-apa koq kalau nyokap lo harus nelfonin gue setiap hari nanyain anaknya. Gue masih mau liat ketawa lo yang kayak kakek-kakek haus darah 😛
Iwan, gue gak apa-apa koq kalau lo mau autis sama hape lo pas quality time bertiga. Gue masih mau dengerin cerita-cerita ajaib dari cewek-cewek yang lo seleksi.hahaha
Lo berdua adalah salah satu kaki meja tempat gue berkarya di dunia. Kalau salah satu kakinya hilang, berarti isi meja yang sedang gue karyakan itu akan berantakan, compang dan camping di berbagai sisi.
Obi, Iwan. Gue masih mau banyak cerita hal-hal ajaib, penting dan sepele lainnya. Maafin gue yah…
KFC lagi yuukkk? 🙂