Berjilbab dan Bernyanyi di Gereja, Why Not? — #31HariMenulis

diversityreligion

Perbedaan itu harus diterima. Seragam bukan alat yang tepat untuk menutupi perbedaan. Justru perbedaan itu harus dibuka selebar-lebarnya mata. Lalu kita terima dengan baik, sambil terus menguatkan iman di hati masing-masing.

Sebentar lagi natal.. Sebentar lagi juga pasti ada ribut-ribut soal pengucapan hari raya natal. Dan itu berarti akan ada lagi dua orang berdebat, saling mempertahankan pendapatnya soal yang diyakini masing-masing.

“Kalo lo ngucapin berarti lo ngerayain..” — “kalo lo ga ngucapin berarti Islam lo gak toleransi”

Eaaaaakkkk… Hampir setiap tahun saya bisa mendengar perdebatan macam ini. Lalu saya bisa apa? Hanya tertawa sambil menekan tombol send untuk ucapan natal yang saya berikann kepada temanteman.. Juga sambil sedikit diceramahi orang-orang terdekat “dinda kalau lo ngucapin itu berarti begini begini begitu”

Sampai Desember tahun kemarin saya masih menggubris peringatan dari orang-orang terdekat soal pengucapan Hari Raya Natal.

Lalu akhirnya saya hadir di dalam beberapa kejadian hebat., dan saya meyakini apapun yang terjadi dengan hidup saya, itu sudah pasti kehendak Tuhan. Tuhan saya ya Allah..

Mulai dari saya kebingungan mau parkir motor. Waktu itu saya beserta kakak-kakak RBS ingin makan bersama di daerah sabang. Tapi hanya saya yang bawa motor, dan saya ini buta jalan.haha… Demi keamanan, Kak Pritha mengantar saya ke Gereja Kwitang (tempat dia biasa ibadah). Parkirlah saya di sana, masuk ke parkiran gereja dengan kondisi berjilbab, ditambah orang-orang baru saja selesai ibadah. That’s a awesome momment..hahahaaa… Bangga banget rasanya, mereka tersenyum dan menyapa saya. Woowwww… Seneng loh rasanya…

Momment berikutnya adalah saat kakak-kakak RBS mengajak saya bernyanyi di acara pernikahan Kak Santy (salah satu kakak di sana). Saya gak nyangka mereka seterbuka itu menerima perbedaan. Ternyata ini  sudah menjadi hal yang biasa di antara mereka. Kakak yang muslim diajak untuk bernyanyi di acara pernikahan kakak yang menikah, nyanyinya di gereja loohhh… Ini yang sempat membuat saya galau…

Berbekal nanya ke om yang selama ini jadi panutan saya soal agama. Tanggapan beliau seperti ini: “sebenarnya gak apa-apa masuk gereja asal ga mengikuti prosesi, tapi better jangan si, takut timbul fitnah”. Saya pun makin galau, nyanyi nya itu kan prosesi yah, ah tapi nyanyi pengiring mereka masuk ke dalem doang, apa salahnya siii…

Entah siapa lagi orang yang ingin saya tanya. Tuhan, saya harus bertanya kepada Nya.. Exactly… Sudahlah saya shalat, berdoa sambil curhat, kalau saya ini galau…

Besoknya, Oki (seorang sahabat di TurunTangan yang juga anak UIN) memberi pendapat dan sedikit info “nyanyi mah nyanyi aja din, di amerika aja sholat ied bisa di gereja” Saya terhenyak, seriusaaannn… Bulat lah tekad saya, esok harinya saya datang ke rumah Kak Santy, lengkap dengan kamera karena sebenarnya saya juga ditugasi untuk foto candid perisapan mereka sebelum ke gereja.

Mamah dari Kak Santy menyambut hangat kehadiran si fotografer berjilbab ini. Hal paling membanggakan adalah, saya dapat momment memfoto kedua keluarga besar Kak Santy dan Mas Yurri. Mereka sangat hangat, momment foto bersama itu membuat kami lupa akan perbedaan yang ada.

Selanjutnya saya dibonceng Kak pasti (salah satu fotografer juga) menuju Gereja di daerah rawamangun (lupa nama gerejanya). Sampai di sana kakak-kakak RBS sudah siap dengan polesan wajah yang cantik. Kami berfoto bersama di teras gereja, lalu masuk ke dalam, bersiap bernyanyi untuk Kak Santy dan Mas Yuri.

Kami bernyanyi untuk prosesi masuk saja. Saat Kak Santy dan Mas Yuri melangkahkan kakinya masuk ke dalam gereja. Kami seolah merestuinya dengan lantunan lagu “Beautiful in White”. Saat itu nyanyian kami diiringi oleh musik dari para freteur (siswa calon pendeta) yang juga kakak RBS. Musik mereka yang indah menyeimbangkan suara kami yang lumayan ada fals-falsnyaa..hahaha

Bangga rasanya, kalau kata kak santy waktu itu “Lo jadi simbol perdamaian hari ini di gereja gue din” Ya, Aku semakin bangga, apalagi besoknya itu tepat tanggal 21 September (Hari Perdamaian Dunia). Aku semakin menyayangi Allah, bersyukur kepadanya karena diberi kesempatan berharga seperti ini.

Aku tidak kalah takjub ketika mendengar nasihat-nasihat sang Pendeta kepada Kak Santy, Mas yuri, Jemaat Gereja, dan aku (salah satu muslim yang mendengarnya). Lugas, santun, berwibawa, penuh kasih beliau menjelaskan seperti apa pernikahan seharusnya. Dan aku lagi-lagi jatuh cinta kepada Allah, yang menciptakan setiap keindahan di dunia, termasuk gereja dan pendeta yang sedang ku dengar nasihatnya.

Aku yakin saat itu Allah sedang memberi ku pelajaran, pengetahuan, ilmu baru, dan pesan moral baru melalui seorang pendeta dan atribut gerejanya. Bahwa pernikahan itu harus saling bahu membahu, dan sebagainya. Nasihat menjelang pernikahan, hal yang jarang sekali ku jumpai di pernikahan muslim. Kelak aku menikah, harus ada momment seperti ini 🙂

Mungkin saat itu Allah juga sedang memberi ide dan mengingatkan kepada saya. Nanti kalau nikahan, jangan lupa minta ustadnya ngasih nasihat untuk pernikahan, biar pernikahannya langgeng.

Kapan lagi seorang perempuan berjilbab nyanyi di acara pernikahan gereja? 🙂 Kalau kita harus belajar kebaikan dari Agama lain, kenapa tidak?

Perbedaan itu harus diterima. Seragam bukan alat yang tepat untuk menutupi perbedaan. Justru perbedaan itu harus dibuka selebar-lebarnya mata. Lalu kita terima dengan baik, sambil terus menguatkan iman di hati masing-masing.

Jadi mulai sekarang saya gak takut lagi untuk mengucapkan Natal, Nyepi, Waisak, Imlek, dan lain lain. Karena toleransi adalah ketika kita mampu menelan ego untuk menerima perbedaan. Menghargainya dengan tetap kritis terhadap agama sendiri, dan menerima pelajaran kebaikan dari agama lain. 🙂

Ini, pendapat saya saja loohhh… Kalau mau dibilang kafir, yah monggo.. Itu urusan teman-teman dan pikirannya saja… Saya si cuek banget anaknya..hehehe… Awaasss gosiipp itu dosa loohh, gibaahhh..hehehehe

 

4 thoughts on “Berjilbab dan Bernyanyi di Gereja, Why Not? — #31HariMenulis”

  1. alo Mbak! Aku nemu ini karena di-share temenku di FB. Artikelnya bagus, nggak tendensius dan juga (saya sih ngeliatnya) bukan justifikasi atau pembenaran thd apapun. Salut Mbak! Saya juga mau share cerita saya sedikit. Saya perempuan berhijab yang tergabung di paduan suara kampus. Kami nggak jarang membawakan lagu2 sacra (seperti Ave Maria dll) di lomba atau konser. Galaukah saya? Enggak tuh. Pas saya juga udah tanya2 ke significant others saya, alhamdulillah mereka positif menyikapinya, nggak ada yg nge-judge apalagi nyuruh saya keluar dr paduan suara. Yang pasti dibilanginnya “Ya asal jangan lbh hafal lagu2 itu dibanding surat2 pendek ya” hehehe..

    Keep writing, Mbak! Salam kenal!

    1. Haiiii Mba Nahliaa… Salam kenaalll… Terimakasih udah menyempatkan diri untuk membaca..
      Wah, Mba lia (so akrab,hehehe) lebih luar biasa dari aku.. Kapan-kapan kalau konser aku diinfo yah, akan ku sempatkan untuk hadir. Tetap berjuang menjadi Muslimah yang bertoleransi yah mba Lia.. Dan kalau bisa tuliskan juga cerita-cerita hebatmu… Agar banyak orang yang bisa memahami pemikiran-pemikiran orang seperti kita iini.huuhuuu… *peluk dari jauh untuk mba lia :*

  2. Halo, salam kenal.
    Saya baca postingan ini, bisa saya bilang mbak hebat banget. Standout di tengah isu tentang toleransi dan tetek bengek. Menurut saya kebanyakan orang terlalu menggeneralisasi masalah agama, sehingga menyanyi di gereja bagi orang Islam bisa dicerca. Tapi di sini kita bicara tentang konteks kehidupan sosial. Saya yakin mbak nggak bermaksud ikut-ikutan ritual mereka. Plus yang paling penting, Allah tahu niat dan tujuan kita 🙂

    1. Haiii Mas yogi, salam kenal.
      Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca. Terimakasih juga untuk pengertiannya…
      Semoga kita terus bisa terus menyampaikan pesan-pesan kebaikan ditengah hiruk pikuk perbedaan ini yah…. 🙂

Leave a comment