Obrolan ringan saat makan siang kemarin terpaku pada salah seorang perempuan keren yang pernah menjabat ‘posisi mentok untuk orang Indonesia’ di kantor baru tempat saya bekerja. Seorang teman menceritakan tentang beliau dengan penuh antusias. Terasa betul beliau ini sangat berkesan untuk banyak orang di kantor ini.
“Dia itu din luar biasa deh, mau lhoo ngurusin printilan. Ya, pokoknya yang namanya leader, ya dia itu.” Begitu Mba Ratih menutup ceritanya.
Saya juga ingat beberapa waktu lalu, Mba Tari (salah satu anak GMB) menceritakan soal beliau yang dengan senang hati mengerjakan hal-hal sepele, seperti foto copy atau pekerjaan kecil lain yang sebenarnya bisa saja beliau menitah orang lain untuk melakukan itu. Untuk seseorang yang memiliki posisi penting, hal seperti itu hampir jarang ditemui.
Pernah juga salah seorang anak GMB terbantu tugasnya untuk mencari pembicara di acara monthly session. Alih-alih sekedar memberi saran siapa pembicara yang cocok, beliau justru membantu menghubungi para pembicara.
Hubungan saya sendiri dengan beliau sejauh ini hanya sebatas kenal dan tahu. Belum pernah berbincang banyak hal. Secara mental saya ini memang agak segan untuk curhat-curhat dengan para board member di GMB, kalaupun ada pasti karena sebelumnya membantu mereka mengerjakan beberapa tugas. Terlebih lagi Mba Anna ini, saya belum pernah ada kesempatan untuk berkorespondensi dengan beliau. Iya pernah, kami berinteraksi saat test afirmasi GMB tahun kemarin.
Ada satu moment yang saya ingat. Saat itu, mahasiswa Indonesia pertama yang memberi speech-nya di Harvard University ini mendengarkan dengan seksama satu persatu cerita kami. Tidak seperti pembicara lain di YA&YLF 2015, beliau membuka sesinya dengan memberi kesempatan kepada kami untuk bicara dan berbagi cerita. Ya, beliau paling berbeda dari semua yang saya ingat.
Lumrahnya seorang pembicara pasti menceritakan footprints-nya di banyak tempat. Mba Anna Winoto, justru dengan senang hati menyimak sejarah hidup kami yang belum ada apa-apanya ini. Saya ingat betul, empat puluh menit kami gunakan untuk mendengar cerita para peserta. Awalnya aneh bagi saya yang sebenarnya ingin mendengar kisah hidup beliau. “Ini gimana si mba anna, malah kebanyakan nanya” gerutu saya saat itu.
Tapi, mendengar cerita dari teman-teman kantor, Mba Tari, KakPida, dan Juan baru-baru ini. Saya menyadari satu hal, Mba Anna ini memang sangat menjaga interaksi personal-nya dengan siapapun yang ada di sekeliling. Bukan hanya itu, beliau selalu ikut menyelam ke dalam narasi yang dimiliki setiap dari kami. Sampai akhirnya moment interaksi itu menjadi narasi baik di memori setiap orang yang mengenalnya. Bukan kah seperti itu memang seharusnya sebagai manusia, tidak sekedar menyelami narasi orang yang kita kenal, tapi membuat narasi itu sendiri bersama mereka.
Saya juga mau lho jadi salah satu yang punya narasi baik bersama Mba Anna, seperti mereka. Semoga ada kesempatan yah Mba 🙂
*Oh iya, saya gak punya foto bareng Mba Anna 😀 Jadi izin ambil fotonya di google…