Serangan panik selalu menjadi penyundut terbaik untuk membakar tumpukan sekam yang berisi kepentingan banyak orang. Kepentingan untuk menjadi populer, pembuktian, atau sekedar menyelesaikan perjuangan keseharian.
Pun terjadi pada saya beberapa minggu lalu di kantor, pertengkaran sia-sia nyaris berlangsung antara saya dan seorang rekan yang meminta melakukan sesuatu tanpa tedeng aling-aling dan berpikir lebih jauh dampak dari permintaannya. Karena panik saya meminta saran ke beberapa rekan lain yang menyarankan “Coba tanya Rafael”.
Sementara itu sosok bernama Rafael ini masih terjebak kencan serius dengan bos kami di dalam ruang aquariumnya. Dari balik kaca melihat kami yang kebingungan, Rafael hanya memasang wajah santai dan memberi tanda untuk membaca pesannya di WhatsApp messenger.
Kepanikan yang ditanggapi dengan sangat santai oleh Rafael seperti ini bukan yang pertama kali. Sebelum berangkat untuk melakukan video production bulan lalu, saya juga sempat mengganggunya dengan kepanikan luar biasa. Tapi lagi-lagi Rafael bisa santai dan tidak ikut terjebak serangan panik. Terbayang, dengan posisinya yang sering kali menjadi sosok “PALUGADA”, berapa banyak serangan panik yang ia dapat dalam sehari? Pasti banyak, tapi hampir tidak pernah saya melihatnya tiba-tiba terbakar, meledak, atau sekedar mengumpat.
Hari ini dengan tidak sengaja saya melakukan penistaan terhadap keyakinannya menyoal style celana kedodoran yang sangat ia banggakan. Sependek yang saya pahami, bagi seorang laki-laki ‘generasi matang’ seperti Rafael, style adalah perisai keseharian, tidak begitu penting untuk diasah (improve) tapi penting untuk dipertahankan. Jadi rasanya tidak mudah menerima ejekan dari ‘anak kemarin sore’ seperti saya.
Tapiiii, lagi dan lagi laki-laki (yang saya duga) seperempat bule ini tetap santai, malah ikut menertawakan ejekan saya. Sikapnya untuk tetap santai di setiap kondisi bahkan ikut tertawa atas ejekan, mengingatkan saya untuk bisa ‘BERDAMAI DENGAN PILIHAN DIRI SENDIRI’. Dengan begitu di keadaan serumit apapun, sekam kepentingan yang menumpuk suatu saat tidak akan mudah tersulut api hajat milik siapapun.
Malam ini sama seperti Rafael beberapa minggu lalu. Dari balik ruang kaca menyaksikan kepanikan di luar sana, saya mencoba untuk santai dan mempertanyakan satu hal:
Sudahkah kita berdamai dengan pilihan diri sendiri?
Coba tanya Rafael! :p