Sial!

Pala gue mau pecah😂, hampir dua bulan pertama gue lewatin dengan tanggung jawab baru, dan iya lagi-lagi volunteer tapi kali ini di tempat sehari-hari gue menjalani hidup 8 jam dan 5 hari dalam satu minggu. Tanggung jawab tersebut di luar kewajiban yang gue ampu.

Dimulai dengan keragu-raguan, diniatkan dengan keseriusan dan kemeriahan, yang gue gak sangka dijalani dengan penuh kehati-hatian. Kenapa hati-hati? Karena tanggung jawab ini sifatnya ngurusin orang, beda budaya, beda bangsa, beda segala-galanya dalam hal latar belakang. Sejujurnya gue nulis ini pakai bahasa indonesia pun karena takut mengejawantahkan sesuatu yang akhirnya salah dipahami, mau segamblang apapun gue nulis, interpretasinya akan terserah pada pembaca.

Dua minggu belakangan ini tidur gue jadi gak tenang, mimpi setiap malam kebanyakan tentang gejolak-gejolak yang sedang berlangsung di keseharian. Akhir pekan gue habiskan untuk badai otak😂 aka brainstorming sama diri sendiri kadang sama pacar. Tapi jadi gak sehat, kadang gue nangis karena merasa gak ada yang bisa gue lakukan, kadang gue frustasi karena segimanapun gue dimintai saran manusia akan menentukan langkahnya tanpa benar-benar mendengar toh😂.

Ini mungkin terdengar seperti komplain, ya emang iya HAHA. Kalau semua orang komplain ke gue, ya gue komplain ke diri sendiri, kayak gini nih, nulis. Berharap banget ini jalan terbaik dan yang paling sehat yang bisa gue lakukan. Sempat terpikir, mungkin gue mesti ada reguler konsultasi ke psikolog, tapi gue gak pandai-pandai banget ketika bercerita verbal, terutama dalam menceritakan segala sesuatu secara anonim ataupun tersirat. Jadi konsultasi ke professional itu sepertinya akan berujung gue dikorek-korek doang, belum lagi kalau orangnya ada di dalam sistem juga, aduh trust issue deh gue HAHA.

Gue melewati masa-masa ini pun gak sendiri, banyak yang bantuin, ada yang jadi mentor. Beruntungnya ada yang bersedia kapan aja dihubungi, digangguin, dimintain saran, dimintain petunjuk, diketawain🤣

Tapi usia juga menjebak gue untuk berhenti mengumpat secara verbal, mungkin menulis seperti ini adalah solusinya.

Dulu waktu Ibu masih hidup, kalau dia lagi emosi banget sama anak-anaknya terutama sama gue, Ibu pasti nulis surat lalu diletakkan di atas tumpukan baju lemari gue. Hampir setiap bulan ada aja surat yang gue dapat, tentu banyak soal ketidaknyamanan beliau atas prilaku-prilaku gue sebagai remaja😂, setelah itu gue balas suratnya dengan gak kalah panjang dan gue kasih langsung ke beliau, biar gak kalah ego🤣 Mungkin bakat menulis gue gak sengaja terlatih dari situ.

Balik lagi ke soal tanggung jawab baru gue itu, sebenarnya gue dongkol karena dua bulan ini gue lewatin dengan ngurus satu isu ke isu yang lainnya. Sementara banyak hal yang gue rencanakan, semangat gue buat bikin beberapa inisiatif pun terkonversi entah jadi apa.

Gini ya ternyata rasanya terjebak pada keseharian, jadi hidup yang mengontrol gue, bukan gue yang punya kuasa atas kehendak dan rencana yang udah disusun.

Ohiya, gue juga banyak takutnya, banyak ragunya, terlalu banyak yang dijadikan pertimbangan. Padahal kalau dipikir-pikir, apa juga yang gue takutin, ya ada si karena gue juga gak tau apa-apa, masih terlalu muda dibanding manusia-manusia yang gue hadapi sehari-hari. Gue juga jadi gak percaya sama diri sendiri, jadi mental inlander gini gue HAHA.

Gue kangen jadi orang yang gak ada takutnya (selama gue benar ya), gue mau melangkah bebas demi kepentingan orang banyak, tapi karena itu juga gue harus hati-hati, SIAL!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s