Saya menulis ini di depan Istana Negara yang begitu kokohnya. Di depan hilir mudik pekerja2 Ibu Kota yang akan kembali ke rumah bertemu keluarga tercinta. Di bawah matahari sore yang kian menyerahkan Kami kepada gelap.
Sejam yang lalu saya berdiri di hadapan gedung putih ini bersama pemuda lainnya, bersama para orang tua yang kerutnya kian tegas dan rambutnya kian putih, serta bersama seorang reporter cantik dari Net Tv.
Kami hanya diam, hanya berdiri, tanpa orasi, tanpa pengeras suara, tanpa mencaci pun menuntut Bapak Negara yang sibuk di dalam sana.
Ini kali pertama saya ikut serta bersama mereka. Diam, memegang payung hitam. Tidak peduli debu jalanan, keringat, ataupun tontonan orang, lelah ternyata. Saya yang baru satu kali ini saja lelah, tidak terbayang bagaimana para orang tua tadi yang sudah 415 kali melakukan AKSI DIAM ini.
Delapan tahun mereka konsisten berdiri diam, berusaha mengingatkan kepada para pemimpin bangsa ini, bahwa ada yang belum selesai, ada yang harus dituntaskan. Ada janji yang harus mereka jawab. Ada pula hutang harapan yang pemimpin negara (saat) ini berikan kepada para keluarga korban.
Bukan hal yang mudah bagi mereka untuk sampai ke depan Istana yang megah ini. Ada uang yang harus disisihkan, tenaga yang kian menipis pun harus dicurahkan. Pergi dan pulang bersama diantar bajay demi menghemat pengeluaran. Bertahan tetap berdiri sepanjang aksi atau duduk sejenak merehat diri. Ya, akan selalu ada yang dikorbankan untuk mencapai tujuan. Sama seperti anggota keluarga mereka yang dikorbankan demi suatu tujuan (yang saya anggap hina).
Di hari-hari itu, sama seperti pekerja yang sore ini lalu lalang di depan Istana, anak dan suami mereka ingin pulang bertemu keluarga tercinta, memeluk anak, isteri, dan ibunya. Sialnya nyawa anggota keluarga mereka menjadi murah di negerinya sendiri. Sialnya di hari-hari itu anggota keluarga mereka yang harus dikorbankan. Entah siapa berikutnya di hari-hari ke depan, mungkin saya mungkin mereka yang hari ini lalu lalang di depan istana, mungkin anda yang sedang membaca 🙂
Entah sampai kapan AKSI DIAM (KAMISAN) keluarga Korban Impunitas ini tidak dihiraukan, entah sampai kapan mereka menjadi potret gagalnya hukum di negeri ini. Entah sampai kapan mereka menunggu para dalang dan pelaku pembunuhnya ditindak.
Mungkin harus menunggu Istana Negara ini tidak lagi kokoh atau Negeri ini memang lebih pantas diserahkan kepada gelap yang tidak akan pernah ada penerangnya.
Sampai kapan mereka terus diliput tanpa pelakunya diusut?